Rusaknya Hutan Banjirpun Melanda Bumi Sumbawa

 

Rusaknya Hutan Banjirpun Melanda Bumi Sumbawa


 

Masih sangat jelas dalam ingatan saya dulu hutan di Sumbawa sangat lebat. Saya yang bertempat tinggal dalam kota masih bisa menemui hutan hanya dengan berjalan sekitar 2 kilometer. Saya dan teman-teman seperguruan mengaji , kalau sekarang belajar membaca Al-Quran hamper setiap Minggu bermain ke hutan. Selepas mengaji subuh jika hari libur sekolah kami semua anak didik guru mengaji ada kewajiban mencari kayu bakar ke hutan. Kayu bakar yang diambil adalah ranting kayu yang sudah patah atau kering dengan sendirinya. Setiap anak ditugaskan membawa satu ikat kayu bakar untuk dosetor ke rumah guru ngaji.

            Begitulah setiap mendapat tugas mencari kayu bakar kami akan dengan senang hati berangkat ke hutan, tepatnya pinggir hutan di dekat desa. Sepanjang perjalanan kami bersenda gurau sambal menikmati suasana alam yang sejuk dan asri. Ketika kita tiba di pinggir hutan maka anak laki-laki langsung mengambil peran, dengan bermodal parang mereka menyeleksi kayu mana yang bisa diambil buat kayu bakar, sementara anak-anak perempuan akan membantu menyatukan dan merapikan kayu hasil tebangan anak laki-laki untuk selanjutnya jika sekiranya kayu sudah dianggap cukup akan diikat oleh anak laki-laki hingga siap di bawah pulang. Tapi tunggu dulu, kami tentu tidak langsung pulang melainkan bermain-main dan bersenda gurau terlebih dahulu, terkadang sambal bergelayut dari satu pohon ke pohon lainnya, bernyanyi bersama-sama,  jika lagi musim buah dan kami menemui buah hutan yang bisa dikonsumsi maka kami menyantapnya Bersama-sama. Saat itu kami tidak pernah takut bermain bercampur dengan teman laki-laki, karena seingat saya selama bermain gabung dengan teman laki-laki mereka tidak pernah melakukan hal yang negative, apalagi pelecehan.

            Waktu bergulir tidak terasa perut sudah mulai keroncongan, waktunya untuk pulang. Akhirnya kami pulang dengan tidak lupa membawa kayu bakar untuk disetorkan ke rumah guru ngaji kami. Saat itu tidak ada complain dari orang tua kami, mereka tidak pernah merasa anaknya dieksploitasi, orang tua kami menganggap itu bagian dari pembelajaran yang akan membentuk karakter, tentu saja saat itu orang tua kami tidak menyebutnya pendidikan karakter, tapi praktek Pendidikan karakter sudah dipraktekkan saat itu oleh guru ngaji dan mendapat dukungan orang tua kami.

            Mengenang masa kecil mencari kayu bakar sambil bermain mengingatkan diri saya akan suasana alam Sumbawa yang sangat sejuk. Hutan terlihat rimbun, hijau dan sejuk dipandang mata. Pagi hari kami masih merasakan dan menikmati kabut yang membentuk seperti awan di sekitar hutan.

            Sepuluh tahun terakhir kami sudah tidak lagi menyaksikan pemandangan seperti itu, yang terlihat saat ini hanyalah hutan yang sudah gundul hampir di semua tempat. Jika musim hujan hutan gundul akan terlihat hijau oleh tanaman jagung. Oh iya Sumbawa termasuk penghasil jagung terbesar di Indonesia dan setahu saya beberapa kali Menteri Pertanian berkunjung ke Sumbawa untuk melakukan Panen Raya. Saya bersyukur jika panen raya dilakukan artinya sukses panen buat petani jagung, dan kesejahteraan petani khususnya jagung terangkat

            Kondisi seperti itu berlanjut hingga beberapa tahun terakhir ini, namun timbul satu masalah baru, saat intensitas hujan tinggi, tentunya tanaman jagung tidak bisa membantu menyerap air hujan ke tanah, berbeda dengan dulu waktu hutan belum rusak, air hujan akan diserap oleh tanah dan tersimpan di dalam tanah sebagai cadangan mata air. Hujan yang turun dengan intensitas tinggi akan terus mengalir tanpa hambatan mencari tempat terendah, tentunya dengan membawa semua yang dilaluinya seperti batang kayu sisa penebangan liar, batu-batu besar yang terbongkar dan semua benda yang dilalui. Banjir akan menjadi musibah ketika melewati pemukiman penduduk. Perkampungan tenggelam bahkan rumah penduduk yang semi permanen, hewan ternak milik penduduk seperti kerbau, sapi, kambing, ayam serta hewan ternak lainya ikut hanyut terbawa banjir.

Penduduk yang terdampak dan menjadi korban tentunya paling dirugikan dalam hal ini. Namun siapa yang disalahkan ? Pemerintah yang tidak tegas dalam hal perijinan ? ataukah masyarakat penebang liar? atau pengusaha yang serakah dan tidak pernah puas sampai petaka banjir datang ? . Bukan saatnya untuk saling menyalahkan, sekarang terpenting adalah upaya agar penebangan liar segera dihentikan sebelum sumber air Sumbawa benar-benar habis dan Sumbawa tenggelam saat musim penghujan tiba. Komitmen dan kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat untuk menjaga hutannya sangat diperlukan

Khabar baik yang saya dengar jika bapak gubernur Nusa Tenggara Barat, mengadakan moratorium pengiriman kayu ke luar daerah Sumbawa. Harapan kami warga Sumbawa, walau sedikit terlambat, semoga moratorium tersebut membawa dampak positif bagi hutan Sumbawa dan banjir musiman tidak lagi terjadi.

 

Komentar

  1. Persoalan lingkungan yang sama dengan di Kalimantan. Alam yang mengalami kerusakan karena pemanfaatan kelewat batas, berakibat bencana

    BalasHapus

  2. Ulah manusia jugalah yg menyebabkan bencana. Hutan digunduli, terjadilah longsor ketika hujan lebat sehingga menyebabkan banjir bandang. Itu juga terjadi di daerah kami tahun lalu. Bencana banjir bandang dahsyat menghanyutkan 2 sekolah sampai tak berbekas😭😭

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ulah segelintir manusia yang tak bertanggung jawab, seluruh makhluk menanggung akibatnya

      Hapus
  3. Semoga kerusakan hutan bisa kembali diatasi

    BalasHapus
  4. Nah, pada akhirnya terjadi, yang merusak hutan, dampaknya akan dirasakan oleh banyak orang. Maka, jaga hutan kita.

    BalasHapus
  5. Pemanfaatan hutan yang tidak semestinya pasti membawa resiko. Semoga segera ada perbaikan pemanfaatan hutan Sumbawa.

    BalasHapus

  6. Keren... Bunda Sri, trimks share pengalamannya. Betul sekali semoga hujan membawa berkah. Bukan bencana bagi makluk hidup, Aamiin...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, salam kenal bu dan terimakasih sudah mampir

      Hapus

  7. Keren... Bunda Sri, trimks share pengalamannya.Betul sekali manusia bisa menjaga hutan. Agar terhterhindar dr bencana yg akan menimpanya.

    BalasHapus
  8. Saya di Lombok turut berduka dengan bencana banjir yang menimpa saudara di pulau Sumbawa. Semoga niat baik pemerintah NTB bukan sekadar wacana.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah moratorium sudah berjalan pak, oh iya pak Sudomo salam kenal nggeh, bu Aam selalu memuji bapak dalam setiap pembicaraanx, ijin nanti saya berguru di pak Domo ya

      Hapus
  9. Bu Sri dari sumbawa mana? saya bisa membayangkan masa kecil penuh dengan canda tawa di hutan desa waktu itu , kisahnya sama kini hutan desa sudah mulai gundul dan dijadikan perumahan, sungguh miris.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya dari Sumbawa Besar bu cantik, benar bu Hutan desa sudah penuh dengan perumahan saat ini, penduduk terdesak tidak punya pilihan, salam kenal bu

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pantun Pendidikan. Oleh: Sri Hartati Said

Ya Allah...Tunai Sudah Janji Bakti