Mengukir Sejarah Lewat Tulisan

Senin, 1 Maret 2021
Mengukir Sejarah lewat Tulisan

Malam ini tidak terasa sudah memasuki pertemuan  ke- 6  dari kegiatan belajar menulis PGRI yang saya ikuti  lewat WAG. Menurut Om Jay saat menyampaikan  pengantar bahwa malam ini sesuai jadwal sudah memasuki kegiatan  “Motivasi Berprestasi”.


Tidak mengherankan jika nara sumber yang dihadirkan adalah tokoh yang memiliki berbagai prestasi dan karya. Seperti halnya malam ini, nara sumber hebat, beliau adalah  ibu Emi Sudarwati, beliau adalah pemenang Juara 1 INOBEL kategori SORAK ( Seni, Olahraga, Agama, Muatan Lokal dan Bimbingan Konseling )  tingkat Nasional, beliau adalah seorang guru di SMPN 1 Baureno Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur. 
Moderator malam ini, ibu Aam Nurhasanah S.Pd salah satu peserta belajar menulis yang sudah sukses menghasilkan karya berupa beberapa buku.
Saat ini karya bu Emi sudah mencapai 519 buah buku, yang terdiri dari kisah inspiratif, novel, cerpen, cerkak, puisi, geguritan, esai, inobel dan haiku. Saya berdecak kagum. Dalam kekaguman, saya membayangkan  dan  bertanya  dalam hati, sejak kapan bu Emi mulai menulis, sudah berapa banyak  waktu yang  dihabiskan untuk menulis ? Apakah sebagian dari waktu beliau dalam sehari dihabiskan untuk menulis ? 

Buku karya terbaru bu Emi adalah karya pertama dalam membuat buku cerita anak dan merupakan hasil kolaborasi dengan 27 penulis.
 
Menurut bu Emi, untuk menjadi  finalis lomba Inovasi Pembelajaran ( INOBEL ), ada tiga kunci yaitu, Similarity ( berkaitan dengan kemiripan karya yang tidak boleh melebihi 20%) , Sitasi (  dan Inovasi. Sebagai pemula terlalu dini jika saya bermimpi untuk sampai ke tingkat Nasional. Alhamdulillah pernah merasakan menjadi juara walau hanya  menjadi wakil Kab. Sumbawa berkompetisi ke tingkat provinsi tahun 2017. Saya sangat bersyukur mendapat kesempatan itu, banyak pengalaman baru, ilmu baru dan teman baru yang hebat yang kita temui sebagai bonus dari kegiatan tersebut.  Dari beberapa kegiatan inovatif yang bu Emi lalukan,  salah satunya sudah melakukan GLS di sekolahnya dengan membaca buku non pelajaran. Kegiatan GLS juga  sudah saya lakukan saat saya masih punya kelas, maupun ketika saya diberi tanggungjawab  menjadi  kepala sekolah, sebagai salah satu program sekolah saya yang sudah berjalan baik, hingga pandemi melanda.   Saya ingin berbagi sedikit cerita, kegiatan GLS saya lakukan dengan cara membagikan buku dengan judul yang berbeda ke setiap siswa saya, lalu setiap hari sebelum pelajaran dimulai saya meminta untuk membaca buku yang sudah dibagikan selama 10 menit , dan 5 menit saya siapkan waktu untuk mereka membuat rangkuman sebatas apa yang dibaca  di sebuah buku khusus yang saya beri nama buku literasi, saya menargetkan paling lama mereka menghabiskan satu buku sebulan. Ketika satu buku sudah selesai dibaca, siswa saya minta untuk membuat ringakasan cerita secara utuh dengan menggunakan bahasa mereka masing masing. namun kelemahan adalah tidak merekam kegiatan saya dalam bentuk tulisan. Padahal motto bu Emi, “ Tulislah sejarah sendiri, jangan tunggu orang lain melulis sejarah tentang kita”. Yap, sesungguhnya keseharian kita itulah sejarah kita. 
Masih menurut bu Emi bahwa inspirasi menulis beliau adalah siswa. Dalam sehari bu Emi hanya memerlukan waktu 20 menit untuk benar benar focus di depan laptop ( 10 menit untuk membaca dan 10 menit sisanya untuk menulis ). Paling penting  dalam menulis adalah kemauan dan latihan yang terus menerus.  Dalam menulis mood terkadang naik turun, untuk menjaga energy menulis  bu Emi menyarankan , agar selalu bergaul dengan penulis. Jika dalam perjalanan menulis tiba-tiba kehabisan ide, kita bisa selingi dengan membaca buku, makan-makan atau melaksanakan kegiatan apa saja yang kita inginkan lainnya, nah jika tiba-tiba ide muncul, segera ambil handphone lalu rekam, nanti jika ada waktu baru dilanjut tuangkan dalam bentuk tulisan. 
Semua penulis pasti menginginkan bisa memiliki karya dalam bentuk sebuah buku, tak terkecuali saya,  sebagai penulis pemula, seperti yang saya rasakan saat ini,  perasaan tidak percaya  diri masih  mendominasi jika harus memperkenalkan karya dalam bentuk tulisan kepada orang lain. Untuk mengatasinya, perasaan tidak percaya diri harus dibuang jauh jauh, perkenalkan hasil karya, berikan kesempatan orang lain untuk mengkritisi karya kita, asal tujuannya untuk perbaikan di masa yang akan datang, selain itu kritikan, saran dan masukan juga agar kita tidak cepat merasa puas dan selalu ingin belajar dan belajar, hal lain yang bisa kita lakukan adalah dengan rajin membaca… baca baca baca lalu … tulis tulis tulis, bu Emi melanjutkan jika ingin tulisan kita bagus maka perbanyak membaca buku dengan jenis yang ingin kita tulis, misalnya jika ingin menulis tentang cerita anak, maka banyak banyaklah membaca cerita anak, demikian seterusnya.
Dari cara bu Emi menjawab pertanyaan peserta dengan santai, singkat dan padat, saya sebagai peserta membayangkan sepertinya menulis itu gampang ya bu he he…menerbitkan bukupun gampang, tinggal mengajak teman untuk patungan jadi deh sebuah buku, itu bisa dilakukan jika belum percaya diri tampil sendiri …mudahkan bu. Inilah motivasi sesungguhnya,  memberi sugesti bahwa semuanya gampang-gampang saja, asal ada kemauan, kerjakan dan konsisten setiap hari, lihat apa yang terjadi, saya pinjem kata-katanya ya Om Jay hehe …,  dan  motivasi dari  ibu Emi bisa meningkatkan sedikit rasa percaya diri saya. 
Bu Emi memberikan closing statement,
 “Tulislah sejarah sendiri, jangan tunggu orang lain menulis sejarah tentang kita”. 
Benar bu, saya rasa saat ini belum terlambat untum memulai menulis. Semoga suatu hari nanti nasib membawa saya seberuntung ibu. 

Resume ke- 6 Belajar Menulis Gel.17
Tema : Menjadi Guru yang Senang Membaca dan Menulis
Nara Sumber : Ibu Emi Sudarwati S.Pd
Moderator : Ibu Aam Nurhasanah S.Pd
Peresume : Sri Hartati S.Pd.SD
Kepala SDN Kerekeh Sumbawa

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadiah Terindah di Akhir Tahun 2021 dan Awal Tahun 2022

Pantun Pendidikan. Oleh: Sri Hartati Said

Ya Allah...Tunai Sudah Janji Bakti